Minggu, 21 Juli 2013

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR : Sudah Diresmikan, Jembatan Klakah-Windu Mangkrak

 

Jembatan Klakah-Windu yang mangkrak, karena belum diaspalnya jalan menuju jembatan (Septhia Ryanthie/JIBI/Solopos)
Jembatan Klakah-Windu yang mangkrak, karena belum diaspalnya jalan menuju jembatan (Septhia Ryanthie/JIBI/Solopos)
Solopos.com, BOYOLALI – Jembatan penghubung Desa Klakah, Kecamatan Selo, dengan Desa Windu, Kabupaten Magelang yang baru diresmikan Pemkab Boyolali, Februari 2013, hingga kini belum banyak dimanfaatkan warga sekitarnya. Selain karena kondisi jalan yang menuju jembatan permanen itu menurun tajam, jalan tersebut juga belum diaspal. Mayoritas warga yang melintas di jalur itu pun lebih memilih melewati jembatan gantung karena jalan yang lebih mudah dilewati dan justru sudah diaspal.
Tokoh masyarakat Dusun Klakah Ngisor, Desa Klakah, Suhartono menyayangkan belum optimalnya pemanfaatan jembatan Windu tersebut. Diungkapkan dia, selama ini pengguna mobil ataupun motor rata-rata lebih memilih melewati jembatan gantung daripada melewati jembatan permanen itu.
”Karena jalan ke jembatan permanen itu masih rusak,” tuturnya.
Padahal menurut dia, tak sedikit kendaraan berat, seperti truk pengangkut pasir dan batu, yang melintas di jalur itu. Untuk kendaraan berat, biasanya dialihkan agar melewati jembatan permanen, bukan di jembatan gantung.
”Kalau kendaraan tidak dialihkan ke jembatan permanen, jembatan darurat itu bisa-bisa tidak awet,” jelasnya.
Selain kondisi jalan, pihaknya juga mengeluhkan kondisi drainase di sekitar jembatan. Sebab, setelah jembatan permanen selesai dikerjakan, sistem drainase di sekitar jembatan seperti diabaikan. Akibatnya, jika hujan turun, limpahan air tidak dapat diatur.
”Beberapa waktu lalu ada tebing yang ambrol, karena di bawahnya tidak ada drainase yang bagus,” ungkapnya.
GRADASI AGREGAT
 
 
Gradasi : Overview


Di bagian ini khusus akan dibahas secara umum mengenai gradasi untuk agregat dalam campuran beton.

Saringan (Ayakan)

Ukuran saringan/ayakan yang digunakan dalam pemeriksaan gradasi sesuai SNI dan ASTM :

Jenis Gradasi
Jenis gradasi secara umum dibedakan menjadi 3 :

1. Gradasi Sela atau Senjang
  • Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada, maka grafik gradasi akan menunjukan garis horizontal dalam grafiknya.
  • Untuk mendapatkan angka pori yang kecil dan kemampuan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang baik, campuran beton membutuhkan variasi ukuran butir agregat.
  • Untuk mendapatkan penyebaran gradasi yang baik, dapat dilakukan pencampuran dengan agregat bergradasi seragam pada ukuran butir yang tidak dimiliki agregat bergradasi sela, sehingga diperoleh campuran bergradasi menerus yang baik
Picture
Contoh bentuk grafik berbagai jenis gradasi
2. Gradasi Menerus
  • Diperoleh jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik.
  • Dibandingkan dengan agradasi sela, atau seragam, umumnya gradasi menerus adalah yang paling baik dan diharapkan dicapai oleh agregat yang dipakai dalam campuran beton

3. Gradasi Seragam
  • Agregat yang terdiri dari batas sempit dari ukuran fraksi yangmempunyai ukuran yang sama akan membentuk grafik gradasi seragam.
  • Cirinya adalah garis vertikal yang mendominasi porsi gradasi agregat pada satu ukuran atau range/batas fraksi tertentu
  • Agregat dengan gradasi ini biasanya dipakai untuk beton ringan yaitu jenis beton tanpa pasir (nir-pasir) atau untuk mengisi agregat dengan gradasi sela, atau untuk campuran agregat yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat.

Sistem Irigasi di Kabupaten Kulon Progo

Sumber utama air irigasi di Kabupaten Kulon Progo berasal dari Sungai Progo dan Sungai Serang dan sebagian kecil mendapatkan suplesi dari Waduk Sermo.
Air irigasi didapatkan dari Sungai Progo melalui Intake Kalibawang di Kecamatan Kalibawang untuk Kulon Progo bagian utara dan Intake Sapon di Kecamatan Lendah untuk Kulon Progo bagian selatan. Akibat penurunan dasar sungai, sejak tahun 1996 Intake Sapon tidak berfungsi lagi. Keperluan air irigasi untuk wilayah selatan didapatkan melalui pembangunan awiran  di sebelah utara (hulu) dari Intake Sapon. Untuk masa sekarang sudah dibangun sebuah bendungan pada Sungai Progo di bagian hilir Intake Sapon dengan dana APBN dan Loan dari Pemerintah Jepang (JBIC).
Selain melalui Intake Kalibawang dan Intake Sapon, pemenuhan keperluan air irigasi juga ditunjang oleh 24 bendung tetap yang tersebar di sungai yang ada selain Sungai Progo serta suplesi dari Waduk Sermo pada saat musim kemarau untuk Daerah Irigasi Pengasih dan Pekik Jamal.
Untuk mendistribusikan air irigasi, di wilayah Kabupaten Kulon Progo terdapat saluran dengan kriteria sebagai berikut :
a.      Saluran induk atau primer, dengan panjang 62.434 m';
b.      Saluran sekunder, dengan panjang 108.913 m';
c.      Saluran pasangan lain, dengan panjang 74.201 m'; serta
d.      Saluran tanah/ tersier.
Untuk pengaturan irigasi, Sub Dinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum membagi daerah Kabupaten Kulon Progo menjadi 3 wilayah pengamatan, yaitu :
a.       Pengamatan Kalibawang, membawahi Daerah Irigasi (DI) Kalibawang I, Kalibawang II, Donomulyo, Penjalin, DI Kecil Kecamatan Girimulyo, DI Kecil Kecamatan Samigaluh, dan DI Kecil Kecamatan Kalibawang.
b.      Pengamatan Wates, membawahi DI Pengasih Timur, Pengasih Barat, Kongklangan, Cangkring, dan DI Kecil Kecamatan Pengasih.
c.       Pengamatan Brosot, membawahi DI Pekik Jamal Timur, Pekik Jamal Barat, Banaran, Kengkeng dan Wonokasih.
Wilayah Kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi 5 Daerah Irigasi (DI) Besar dan 4 DI Kecil, sebagai berikut:
a.       Daerah Irigasi Besar, yaitu :
(1).     DI Kalibawang (I dan II), meliputi wilayah Kecamatan Kalibawang, Samigaluh, Nanggulan dan sebagian Kecamatan Sentolo.
(2).     DI Papah, meliputi wilayah Kecamatan Lendah, sebagian Kecamatan Pengasih dan sebagian Kecamatan Sentolo.
(3).     DI Pengasih, meliputi sebagian wilayah Kecamatan Pengasih, sebagian Kecamatan Wates, Panjatan, Kokap dan Temon.
(4).     DI Pekik Jamal, meliputi sebagian wilayah Kecamatan Panjatan dan Wates.
(5).     DI Sapon, meliputi Kecamatan Lendah, Galur dan sebagian Kecamatan Panjatan.
b.      Daerah Irigasi Kecil (DIK), yaitu :
(1).     DIK Clereng, meliputi sebagian wilayah Kecamatan Pengasih.
(2).     DIK Plelen, meliputi sebagian wilayah Kecamatan Pengasih.
(3).     DIK Sumitro, meliputi sebagian wilayah Kecamatan Girimulyo.
(4).     DIK Kayangan, meliputi sebagian wilayah Kecamatan Girimulyo.


Lembaga Pengelola Irigasi

a.      Pemerintah
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka kewenangan urusan irigasi yang berada di wilayah Kabupaten berada pada Pemerintah Kabupaten dan kewenangan urusan irigasi yang berada di wilayah lintas batas Kabupaten/ Propinsi berada pada Pemerintah Propinsi.
Sesuai dengan Perda Kabupaten Kulon Progo Nomor 10 Tahun 2000, tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah, maka tugas pokok urusan keirigasian berada pada Sub Dinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Kulon Progo. Sub Dinas Pengairan, DPU Kabupaten Kulon Progo mempunyai 3 Seksi, yaitu :
(1).     Seksi Perencanaan;
(2).     Seksi Bina Manfaat;
(3).     Seksi Operasi dan Pemeliharaan.
SKPD/instansi terkait yang terlibat dalam kegiatan keirigasian antara lain:
(1).     Cabang Dinas I (wilayah Utara), II (wilayah tengah) dan III (wilayah selatan), DPU Kabupaten Kulon Progo.
(2).     Sub Bidang Pengairan, Bidang Fisik dan Prasarana, BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo.
(3).     Dinas Pertanian dan Kelautan Kabupaten Kulon Progo.
(4).     Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertambangan Kabupaten Kulon Progo.
(5).     Balai PSDA Sermo, Kabupaten Kulon Progo.
(6).     Sub Bidang Kimpraswil Bidang Fisik dan Prasarana, BAPPEDA Propinsi DIY.
(7).     Balai Progo-Opak-Oya (POO) Propinsi DIY.
(8).     Sub Dinas Pengairan, Dinas Kimpraswil Propinsi DIY.
b.      Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Sampai dengan tahun 2002, di Kabupaten Kulon Progo telah tercatat sebanyak 228 Unit P3A yang terdiri dari :
(1)   22 P3A sudah berkembang;
(2)   183 P3A sedang berkembang; dan
(3)   23 P3A belum berkembang.
Semua unit P3A tersebut telah tergabung dalam 13 Gabungan P3A dan 5 Induk P3A, yang disesuaikan dengan Daerah Irigasi besar yang ada di Kabupaten Kulon Progo. 13 GP3A yang ada semua telah berbadan hukum.

Pendanaan Irigasi

Dana pembangunan, rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan irigasi berasal dari Pemerintah (DAU, APBN), LOAN maupun dari masyarakat petani melalui IPAIR. Di Kabupaten Kulon Progo, penarikan IPAIR telah dilaksanakan sejak tahun 1994. Sejak dilakukannya kegiatan PKPI, dana IPAIR dikumpukan dan dikelola sendiri oleh GP3A untuk kepentingan pengelolaan irigasi di wilayah kerja GP3A dimaksud. Sebelumnya dana ini masuk ke kas daerah terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan untuk pengelolaan irigasi. Selain itu GP3A juga diberi kewenangan untuk mengelola dana-dana stimulan baik dari DAU maupun dana LOAN melalui dana APBN.

Kegiatan PKPI di Kabupaten Kulon Progo

Dengan dikeluarkannya Inpres No. 3 Tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi, Kabupaten Kulon Progo dipilih oleh Pemerintah Pusat yang bekerja sama dengan World Bank (ADB) sebagai salah satu percontohan (pilot project) dalam kegiatan Penyerahan Pengelolaan Irigasi.
Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kulon Progo kemudian menetapkan 4 GP3A yang berada di 2 (dua) daerah irigasi sebagai uji coba dalam pelaksanaan Penyerahan Pengelolaan Irigasi, yaitu :
a.       Daerah Irigasi Pengasih :
(1).     GP3A Pengasih Barat;
(2).     GP3A Pengasih Timur.
b.      Daerah Irigasi Papah :
(1).     GP3A Kongklangan Manunggal;
(2).     GP3A Cangkring Mulyo.
Dalam PPI tersebut, penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada GP3A, dan yang diserahkan adalah pengelolaan air dan jaringan irigasi, sedangkan aset-asetnya tetap menjadi milik pemerintah.
Dengan pemberdayaan yang intensif dari dinas/ instansi terkait, maka tahun 2001, Pemerintah Pusat dan World Bank menyatakan bahwa PPI di Kabupaten Kulon Progo dinyatakan berhasil.
Sejalan dengan itu pemberdayaan juga dilakukan terhadap semua GP3A/P3A yang ada di seluruh Kabupaten Kulon Progo. Pemberdayaan juga melibatkan stakeholder yang lebih luas, antara lain pihak akademisi, LSM dan pemerhati di bidang keirigasian.
Keberhasilan PPI tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan dilakukannya Penyerahan Kewenangan Pengelolaan Irigasi terhadap 9 GP3A yang ada di Kabupaten Kulon Progo pada bulan Juli tahun 2002. Sehingga saat ini di Kabupaten Kulon Progo telah dilakukan Penyerahan Kewenangan Pengelolaan Irigasi di semua GP3A yang ada.
Setiap tahun dilakukan evaluasi terhadap kinerja GP3A terhadap pengelolaan irigasi di wilayah kerjanya oleh Pemerintah Daerah. Bila GP3A dinilai tidak mampu melakukan kewajibannya, maka pengelolaan dapat diambil alih kembali oleh Pemerintah Daerah.
Untuk mendukung pelaksanaan PPI, Pemerintah Daerah mengeluarkan Perda No. 17 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Irigasi, membentuk Komisi Irigasi dengan SK Bupati Nomor 183 Tahun 2003 tentang Pembentukan Komisi Irigasi dan Sekretariat Tetap Komisi Irigasi yang anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, IP3A, Akademisi, LSM dan tokoh masyarakat/ pemerhati bidang keirigasian.
METODE PELAKSANAAN ASPAL LAPEN



METODE PELAKSANAAN DAN ANALISA TEKNIS


1. Nama Pekerjaan
Peningkatan Jalan

2. Lokasi Pekerjaan

3. Ruang Lingkup Pekerjaan
Spesifikasi teknis dalam dokumen ini adalah untuk pekerjaan :
- Galian tanah untuk saluran air dan drainase-
- Galian tanah biasa
- Lapis Pondasi Aggregat Klas C
- Lapis Penetrasi Macadam
- Hampar Pasir Alas
- Hampar Batu Dasar
- Hampar Batu Pecah uk. 3-5 Cm
- Pengaspalan I @ 3,2 Kg/M2
- Hampar Batu Pecah uk. 1-3 Cm
- Pengaspalan II @ 2 Kg/M2

Maksud utama pelaksanaan pekerjaan ini adalah untuk memperlancar transportasi dan menghubungkan pemukiman penduduk dan fasilitas pemerintah yang ada.

4. Tenaga Pelaksanaan
Tenaga Pelaksanaan untuk mengerjakan pekerjaan ini adalah :
1. Tenaga Pelaksana FULL TIME dari Kontraktor serendah-rendahnya mempunyai pendidikan sbb :
a). Sarjana Sipil/Sarjana Muda Sipil yang berpengalaman dalam Bidang Sipil
b). STM Sipil yang berpengalaman dalam Bidangnya.
Tenaga tersebut harus mampu dan bertanggung jawab atas hasil akhir pekerjaan.
2. Tenaga Tukang yang dipergunakan oleh Kontraktor harus Ahli dan cukup berpengalaman dalam bidangnya.
3. Tenaga yang di maksud butir 1 terlebih dahulu dimintakan persetujuan tertulis dari Pimpinan Proyek sebelum pekerjaan dimulai,
4. Kontraktor harus menjamin keselamatan kerja semua orang yang telibat dalam pelaksanaan pekerjaan, dengan peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja, prosedur kerja dan mengikut sertakan dalam asuransi tenaga kerja (Astek).

5. P e r a l a t a n.
Peralatan yang dipakai pada pekerjaan ini adalah :
1. Excavator (minimal 1 unit)
2. Dump truck (minimal 4 unit kapasitas 4 m3 ).
3. Motor Grader (minimal 1 unit)
4. Vibro Compactor (minimal 1 unit)
5. Three Wheel Loader (Minimal 1 unit)

Semua alat yg dipergunakan masih berada dalam kondisi operasi yang baik.
Semua peralatan yang dipergunakan dalam pekerjaan ini harus disediakan oleh Kontraktor dalam penggunaannya.
Alat yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tidak boleh di pergunakan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut.

6. Bahan – bahan

1 B a t u

1. Batu yang dipakai pada pekerjaaan yang ditunjukan dalam gambar- gambar haruslah :
a. Batu harus dari bebatua yang baik serta yang homogen dan tidak mengandung bidang retakan.
b. Bidang permukaan bersih terhadap lumpur atau kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan batu tersebut.
6.1.2. Ukuran batu diameter 10 – 15/ 15 – 30 Cm, untuk pekerjaan pasangan batu
6.1.3. Batu yang akan dipakai harus sesuai dengan ketentuan dalam persyaratan teknik, tidak terdapat batu-batuan yang gepeng dan pipih.
6.1.4. Sebelum batu tersebut dipasang harus mendapat persetujuan dari Direksi.
6.1.5. Batu tersebut harus diambil dari sumber yang disetujui oleh Direksi.

2. Pasir

6.2.1. Pasir harus diambil dari sungai atau tambang pasir dan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia N1-2 serta PUBI.
6.2.2. Untuk pekerjaan beton cor dan beton bertulang maka pasir, bersih, tajam, keras tidak terlalu halus dan dengan ukuran maksimum 2 mm.
6.2.3. Pasir tidak boleh terlalu terlalu banyak mengandung butiran kasar, tanah/unsur dan tidak boleh mengandung garam serta harus memenuhi pasal 3.3. PBI 1971.
6.2.4. Sebelum pemakaian pasir tesebut, harus lebih dahulu mendapat persetujuan dari Direksi/Pengawas Lapangan.

3. Aggregat Kasar / Aggregat Halus

6.3.1. Agregat kasar untuk beton dapat memakai batu kerikil, atau batu pecah (Splits) dan harus mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
6.3.2. Batu Kerikil/batu pecah (Splits) harus bergradasi baik dengan ukuran 20 mm – 31,5 mm dan tidak berpori dan harus memenuhi seluruh pasal 3.4. PBI 1971.
6.3.3. Harus berasal dari batuan yang baik, keras, padat, bersih tidak keropos, serta ridak bercampur dengan batu apung.
6.3.4. Tidak boleh banyak mengandung butiran-butiran yang pipih (Gepeng).
6.3.5. Bila Kerikil (Splits) tersebut mengandung tanah atau lumpur, maka sebelum digunakan harus dicuci terlebih dahulu.
6.3.6. Sebelum kerikil/batu pecah tersebut digunakan harus terlebih dahulu mendapat parsetujuan dari Direksi/Pengawas Lapangan.

4. Aspal

6.3.1. Aspal yang digunakan aspal pen 60/70 atau 80/100, atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjan
2. harus memenuhi seluruh pasal . PBI 1971

7. Hasil Pekerjaan

Hasil kemajuan fisik yang diperhitungkan harus memenuhi ketentuan – ketentuan sebagai berikut :

1. Sesuai ketentuan-ketentuan dalam RKS dan Gambar Bestek.
2. Hasil pekerjaan atas dasar perubahan Gambar Design yang disetujui oleh Pemberi Tugas.
3. Ternyata tidak melebihi hasil maksimum hasil yang telah dicapai atau ketentuan yang diatur dalam Kontrak.
4. Hasil pekerjaan sesuai kualitas dan kuantitas telah dicapai.
5. Perubahan-perubahan yang ditetapkan oleh Pemberi Tugas pada waktu penunjukan pekerjaan dan selama pekerjaan sedang berjalan.

Hasil Pekerajaan Akhir (Penyerahan Pertama) dapat diterima Pemberi Tugas apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut :

PIHAK KONTRAKTOR telah mengajukan permohonan tertulis 2 (dua) minggu sebelum tanggal ditetapkannya penyerahan I (PERTAMA) pekerjaan pemberi tugas, untuk diadakan pemeriksaan Hasil Akhir yang telah dicapai yang terdiri dari :

1. Semua pekerjaan yang telah diperintahkan baik melalui Kontrak maupun perubahan-perubahannya sudah dilaksanakan sempurna.

2. Pembersihan/Perbaikan pekerjaan sudah dilaksanakan secara sempurna.

3. Gudang sudah dibersihkan dari tempatnya.

Sudah diadakan perhitungan kembali (Amandemen Kontrak) pekerjaan tambah kurang sesuai hasil pekerjaan di lapangan menurut harga satuan yang di dalam Kontrak.

Apabila jangka waktu masa pemeliharaan pekerjaan sudah berakhir, pekerjaan akan diterima apabila sudah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Pihak Kontraktor sudah melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap kerusakan/cacat-cacat dari kategori bencana alam, dan hasil perbaikan oleh pemborong tersebut sudah dapat diterima oleh Pemberi Pekerjaan dalam kualitas/kuantitas sesuai dengan syarat-syarat teknis.
2. PIHAK KONTRAKTOR sudah mengajukan permohonan tertulis 2 (dua) minggu sebelum tanggal ditetapkan penyerahan II (KEDUA) pekerjaan kepada Pemberi Tugas, untuk diadakan pemeriksaan terhadap hasil perintah tertulis atau dan pada buku harian sewaktu penyerahan (PERTAMA) pekerjaan.
3. Loos kerja/gudang bila tidak ditentukan lain oleh Pemberi Tugas sudah dibersihkan sesuai petunjuk Pengawas Lapangan.

Apabila Pihak Kontraktor tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diberi pada saat Penyerahan I (PERTAMA), maka biaya jaminan 5 % (lima persen) tidak dapat diterima dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, selanjutnya pekerjaan dilaksanakan oleh Pemborong lain dengan dana tersebut.

4. Kontraktor harus membuat dokumentasi pekerjaan mulai tahap 0 %, 50 % dan 100 % dengan pengambilan gambar pada sudut pandang yang sama, termasuk tahapan pekerjaan yang penting. Dokumentsi ini dibuat 3 (tiga) set dan disusun rapi pada album sesuai urutan dan jenis pekerjaan.

5. As Built Drawing (gambar bangunan terpasang/jadi) harus dipersiapkan pada saat penyrahan pertama pekerjaan untuk keperluan pemeriksaan dan harus sudah diserahkan pada Direksi pada saat penyerahan kedua, sebanyak 3 rangkap (1 asli + 2 salinan), semuanya atas biaya Kontraktor.

6. Kontraktor wajib membuat Surat Perjanjian (Kontrak) lengkap dengan gambar bestek, perubahan Kontrak (Amandemen) lengkap dengan Gambar Perubahan, serta Penggandaan sebanyak yang diperlukan dan semua menjadi tanggungan Kontraktor.


METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

1. Persiapan Lapangan
1. Uitzet, bouwplank profil dan pembersihan lapangan adalah kewajiban Kontraktor

2. Kontraktor wajib membuat loods kerja, kantor Direksi dan tempat tinggal bagi Pelaksana dan Staf Kontraktor dan Pengawas Lapangan, ukuran/bahan sesuai kebutuhan dan menjadi milik Kontraktor.

3. Kontraktor harus menyediakan Gudang tempat penyimpanan bahan-bahan yang aman dan memenuhi syarat. Besarnya Ukuran ditetapkan kemudian dan tetap menjadi milik Kontraktor.

4. Biaya-biaya yang berhubungan dengan hal tersebut diatas sudah diperhitungkan dalam harga satuan pekerjaan.

2. Observasi Lapangan
1. Kontraktor sebelum melaksanakan pekerjaan wajib menunjuk Tenaga Pelaksana “FULL TIME” untuk pekerjaan ini yang bertanggung jawab dan diberi wewenang penuh dalam tugasnya dan diminta izin secara tertulis kepada Pemimpin Proyek, disertai alamat rumah yang bersangkutan.

2. Tenaga Pelaksana Kontraktor wajib memimpin pelaksanaan pekerjaan observasi sesuai ruang lingkup pekerjaan yang tercantum dalam kontrak ini harus segera dilaporkan secara tertulis kepada Pemimpin Proyek meliputi :
1. Keadaan kecocokan lokasi pekerjaan dengan gambar rencana tentang ukuran, dimensi, sasaran, dan fungsi.
2. Titik tetap yang digunakan untuk dasar pelaksanaan pekerjaan.
3. Kesimpulan/Saran.


3. Sebelum dimulai pelaksanaan Pihak Kontraktor bersama Pengawas Lapangan perlu mengadakan Pra Paper Kerja membahas program kerja meliputi :

1. Hubungan dengan masyarakat dan Pemerintah setempat sehingga mengadakan dukungan terhadap pelaksanaan pekerjaan.
2. Penyusunan waktu kegiatan pada bagian-bagian pekerjaan dalam bentuk Barchart Rencana yang diplot warna merah.
3. Penyusunan waktu pengadaan bahan serta peralatan sesuai jumlah yang diperlukan sebelum pekerjaan dimulai agar diplot dalam barchart.
4. Penyusunan waktu penyerahan tenaga kerja sesuai kebutuhan dan sifat pekerjaan yang diplot dalam bartchart.
5. Hal-Hal yang dimaksud butir 2.3.2. s/d 2.3.4.menjadi dasar monitoring pelaksanaan dan segala perubahan dari rencana pelaksanaan yang telah disusun, Pihak Kontraktor harus mengajuka alasan secara tertulis untuk menjadi bahan pertimbangan Pemberi Tugas.

4. Berdasarkan ayat 3 diatas, Pihak Pemberi Tugas bersama Pihak Kontraktor melaksanakan rumusan ketetapan Program Kerja pada tempat yang ditentukan dan ditetapkan ini bersifat mengikat untuk dipatuhi selama pelaksanaan pekerjaan.

3. Pengukuran Kembali (Uitzet)

1. Pihak Kontraktor wajib melaksanakan pengukuran kembali berpedoman pada titik tetap yang ditentukan oleh Direksi Lapangan, sebagai dasar Mutual Check Awal I.
2. Kontraktor wajib memasang patok tetap/pembantu pada lokasi-lokasi sebagai berikut :
1. Memasang kembali unit beton bila titik ikat menurun, gambar bestek sudah hilang dan elevasi unit beton harus cocok dengan gambar rencana/revisi, ukuran pelaksanaan pembuatan patok ditentukan oleh Pengawas Lapangan.
2. Memasang patok pembantu dari patok kayu untuk petunjuk as bangunan yang akan dikerjakan.
3. Pemasangan bouwplank dan profil dibuat dari bahan kayu atau bambu yang memenuhi syarat, ukuran berdasarkan gambar design/revisi rencana yang ditentukan setelah hasil Uitzet.
4. Dokumentasi yang wajib diadakan dan diserahkan kepada Pemberi Tugas yaitu :
1. Buku ukur yang telah diperiksa dan disetujui.
2. Gambar hasil Uitzet yang asli.
3. Gambar design berdasarkan hasil Uitzet yang terakhir menjadi dasar perhitungan volume (Uitzet) pada pekerjaan, yang pelaksanaannya diatur/ditetapkan oleh Pemberi Tugas, sebagai dasar dibuat Mutual Check Awal dan Akhir.

4. Pembersihan Lapangan
1. Daerah Proyek yang keadaan lapangan pada tempat-tempat lokasi pekerjaan masih berupa belukar maka sebelum pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan, telebih dahulu pohon-pohon/ tanaman-tanaman harus dibersihkan dari tempat itu bersama akar-akarnya atas biaya Pemborong, termasuk ganti rugi tanaman sebelum dimulai pelaksanaan ( apabila ada ganti rugi tanaman ).
2. Daerah Proyek yang keadaan lapangan terdiri dari tegalan/rumput-rumput, maka tempat-tempat/lokasi pekerjaan harus bebas dari rerumputan tersebut.

5. Pekerjaan Galian Biasa

1. Pekerjaan galian Tanah menggunakan alat berat (Excavator) dan dilaksanakan sesuai ukuran dan ketinggian yang ditunjukan dalam gambar rencana atau menurut ukuran dan ketinggian lain sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi.
2. Ukuran yang berdasarkan atau menurut ketinggian tanah atau jarak pekerjaan harus ditunjukan kepada Direksi lebih dahulu sebelum memulai pekerjaan galian pada setiap tempat.
3. Yang dimaksud ketinggian tanah dalam perincian adalah permukaan tanah sesudah pembersihan lapangan dan sebelum pekerjaan tanah dimulai.
4. Sebelum penggalian pada tanah tersebut permukaannya harus dikupas sampai kedalaman minimal 15 cm, untuk sementara tanah kupasan ditimbun dan ditempatkan di sekitar areal pekerjaan.
6. Tidak akan diadakan pembayaran pada galian yang lebih dalam dari yang telah ditentukan atau kelebihan pekerjaan penggalian.
7. Kontraktor harus membuang semua pekerjaan galian yang lepas dan menambah dengan material yang berbutir kasar yang dipadatkan dan dibentuk sedemikian rupa agar permukaannya sesuai kembali dengan gambar rencana, atau dengan petunjuk Direksi.

6. Pekerjaan Galian Drainase Untuk Saluran Air

1. Galian Tanah Saluran menggunakan tenaga manusia, dilaksanakan sesuai gambar dan petunjuk Direksi Lapangan.
2. Kemiringan saluran diperhatikan, jangan sampai air tidak mengalir atau tergenang, memakai waterpass untuk menentukan kemiringan saluran air.
3. Tanah hasil galian dihampar pada sisi jalan untuk pembentukan bahu jalan dan yang lebih dibuang dari lokasi pekerjaan, jangan dibiarkan menumpuk dibahu jalan.


7. Pekerjaan Lapis Pondasi Aggregat A dan Aggregat C

1. Lapis aggregate ini adalah pekerjaan perkerasan berbutir sebagai pekerjaan perbaikan pondasi jalan
2. Sebelum dihampar terlebih dahulu badan jalan dibentuk sesuai profil yang diinginkan dengan menimbun dan menggali permukaan jalan yang tidak rata.
3. Ketebalan hamparan sesuai dengan kebutuhan lapangan.

10. Pekerjaan Lapis Penetrasi Macadam
1. Pekerjaan ini adalah akhir dari pekerjaan konstruksi perkerasan aspal, lapis penetrasi macadam dengan ketebalan 5 cm
2. Tahapan dalam pelaksanaan ini adalah hampar batu pecah 3-5 cm, disiram aspal, hampar batu pecah 2-3 disiram aspal sebagai pengunci dan hamparan pasir sebagai penutup
3. Setiap hamparan aggregate dipadatkan dengan alat pemadat.